News,
Legalvoice.id –
Disahkannya Revisi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Mineral dan
Batubara dalam rapat paripurna DPR, Selasa (12/5/2020) menjadi Undang-Undang
menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk kalangan mahasiswa. Undang-Undang
ini disahkan secara diam-diam ditengah Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Pasal-Pasal yang dimuat dalam UU
Minerba yang baru disahkan dinilai lebih Pro Pengusaha Tambang dan membuka peluang adanya
kriminalisasi bagi rakyat yang menolak tambang.
Menyikapi
polemik ini, Pada Rabu, (10/6/2020) DPC PMKRI Jakarta Timur menggelar Diskusi
Virtual bertajuk “ UU Minerba, Monopoli Penguasa; Kongkalingkong Pemerintah dan
Pengusaha Dalam Eksploitasi Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)”. Adapun
Pembicara dalam kegiatan ini adalah Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Era Purnama
Sari, Peneliti FORMAPPI Lucius Karus , dan
Menejer Kampanye Urban dan Energi Eksekutif WALHI Dwi Sawung yang
dipandu Presidium Pengembangan Organisasi (PPO) DPC PMKRI Jakarta Timur
Elisabet Wiko.
Dalam Kata
Sambutan Ketua Presidum DPC PMKRI Jakarta Timur mengungkapkan di temukan 12
Pasal dalam UU Minerba yang menjadi kontroversi ditengah masyarakat, salah
satunya pasal 4 ayat (2) yang bunyinya, “penguasaan mineral dan bantubara oleh
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh pemerintah pusat
berdasarkan ketentuan undang-undang”.
“Saya
menilai bunyi pasal ini bertentangan dengan semangat otonomi daerah sehingga adanya pemusatan pengelolaan Sumber daya
alam ke pemerintah pusat sehingga pemerintah
daerah tidak lagi diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur dan mengelola
sumber daya alam di daerahnya sendiri untuk kepentingan rakyat,” Kata Onesimus
Napang Ketua Presidium PMKRI Jakarta Timur.
Peneliti FORMAPPI
Lucius Karus dalam penjelasannya menyebutkan bahwa pengesahan UU Minerba cacat
secara prosedural dan terkesan diam-diam disahkan ditengah Pandemi Covid-19.
“Penyusunan
hingga pengeshan UU Minerba telah cacat secara prosedural. Ada keanehan
ditengah-tengah kinerja yang buruk malah mengesahkan UU ini, dan ini masih akan
terjadi pada beberapa RUU untuk diloloskan ditengah pandemi ini. Dengan situasi
seperti ini sudah saatnya mahasiswa dan masyarakat sipil untuk kritis
memastikan pemerintah dan DPR tidak jalan sendiri. Kontrol pemerintah dan DPR,”
Kata Lucius Karus Peneliti FORMAPPI
Wakil Ketua
Bidang Advokasi YLBHI Era Purnama Sari mengungkapkan UU Minerba ini lebih
berfokus kepada Pemodal Tambang dan UU ini tidak layak dan harus dibatalkan
secara keseluruhan.
“UU
ini tidak layak dan harus dibatalkan tidak hanya pasal per pasal tapi seluruh
pasal. Cacat prosedural dan substansial, kontradiktif dengan UU lain. Menyalahi
konstitusi dan Pancasila, tidak menguntungkan rakyat, kami mendorong UU ini untuk diuji materi (judicial review) ke Mahkamah
Konstitusi,” tandasnya.
Lebih lanjut
Menejer Kampanye Urban dan Energi Eksekutif WALHI Dwi Sawung menyoroti beberapa
Pasal-Pasal titipan para cukong-cukong dalam UU Minerba.
“Pasal 43 soal perpanjangan ijin eksplorasi kata
dapat ditambah menjadi dapat dan dijamin, Pasal 47, Pasal 83 huruf a dan d dan Pasal
169 UU Minerba,” tegas Dwi Sawung.
COMMENTS