Opini, Legalvoice.id - Kreatifitas manusia tentu
sangat mahal harganya. Bahkan dalam kasus tertentu, kreatifitas manusia mampu
mengubah peradaban manusia. Kreatifitas hadir dari hasil olah berpikir manusia
secara mendalam berdasarkan ilmu pengetahuan maupun bisa saja diperoleh dari
pengalaman hidup manusia itu sendiri. Untuk melindungi dan menghormati
kreatifitas suatu ide dari manusia, sudah selayaknya negara mengambil peran
untuk memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap berbagai ide
tersebut.
Indonesia sebagai negara
yang berdasar atas hukum memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan
terhadap berbagai macam bentuk kreatifitas manusia. Salah satunya adalah dengan
memberikan perlindungan terhadap hak kekakayaan intelektual. Sebagaimana kita
ketahui bahwa hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah
pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya kekayaan intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis
hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam kekayaan
intelektual berupa karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia.
Jika dibagi berdasarkan
ruang lingkupnya, hak kekakayaan intelektual memiliki cakupan yang cukup luas
seperti : Hak Cipta, Hak Paten, Hak atas Merek, Desain Indutri, Indikasi
Geografis, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang. Kemudian salah
satu hak yang cukup hangat diperbincangkan baru-baru ini adalah hak atas merek.
Dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan
secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna,
dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau
kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan
barang dan/atau jasa.
Penggunaan merek dalam
perdagangan baik barang ataupun jasa dewasa ini sudah merupakan suatu
keniscayaan bagi setiap pelaku usaha. Dengan merek yang diterakan, konsumen jadi
bisa membedakan antara barang atau jasa sejenis yang berasal dari satu produsen
dengan yang berasal dari produsen lainnya. Semakin kuat sebuah merek melekat di
benak dan hati konsumen, maka akan semakin tinggi pula nilai merek tersebut –
baik secara materiil maupun immateriil. Dan siapapun yang sudah membangun
sebuah merek dengan susah payah tentunya tak ingin mereknya tersebut
dipergunakan oleh orang lain dengan seenaknya, sehingga keberadaan suatu
perlindungan hukum terhadap kepemilikan merek menjadi penting artinya.
Viralnya isu hukum ini
diawali dengan perebutan hak atas merek “Geprek Bensu” antara artis ternama
indonesia Ruben Onsu dengan PT. Ayam Geprek Benny Sujono dengan merek “I Am
Geprek Bensu”. Kasus perebutan merek dagang ini cukup menyita perhatian
masyarakat Indonesia. Kedua belah pihak sama-sama mengklaim bahwa merek “Bensu”
adalah milik keduanya. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, para pihak telah
menempuh jalur non litigasi. Namun perebutan ini tetap tidak menemukan jalan
keluar terbaiknya. Hingga pada akhirnya perebutan hak atas merek ini berakhir
di meja hijau Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Setidaknya ada 3 gugatan yang
diajukan pihak Ruben Onsu terhadap klaim kepemilikan hak atas merek dagang
Geprek Bensu. Bermula dari 25 September 2018, saat gugatan pertama dilayangkan
Ruben Samuel Onsu ke Pengadilan Niaga Jakarta pusat dengan mengungkit kesamaan
merek dagang 'Bensu' dengan merek dagang 'I Am Geprek Bensu" milik PT Ayam
Geprek Benny Sujono. Lebih detail, gugatan ini tercatat dengan nomor perkara
48/Pdt.Sus-HKI/Merek/2018/PN Niaga Jkt.Pst.
Namun, gugatan pertama
Ruben Onsu atas PT Ayam Geprek Benny Sujono terhadap Hak Kekayaan Intelektual
bisnis ayam geprek itu, justru ditolak PN Jakarta Pusat pada 7 Februari 2019. Masih
berupaya, Ruben kembali mengajukan gugatan pada 23 Agustus 2019 dengan nomor 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst
serta dengan gugatan dengan nomor 57/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN
Niaga Jkt.Pst, sekaligus pada tanggal 13 Januari 2020 kembali kedua gugatannya
mendapat penolakan.
Tak mau menyerah Ruben Onsu
kemudian mengajukan upaya hukum lanjutan dengan mengajukan kasasi terhadap dua
putusan Pengadilan Niaga terakhir ke Mahkamah Agung. Kedua permohonan tersebut
diputus dengan Nomor 575 K/Pdt.Sus-HKI/2020 dan Nomor 576 K/Pdt.Sus-HKI/2020.
Mahkamah Agung tetap sependapat dengan Pengadilan Niaga yang menegaskan bahwa
pemilik sah dari Merek “I Am Geprek Bensu” adalah PT. Ayam Geprek Benny Sujono.
Setidaknya ada dua pertimbangan pokok yang dicantumkan oleh Mahkamah Agung
dalam dua putusan kasasi tersebut yang menegaskan kepemilikan merek “I Am
Geprek Bensu”.
Pertama,
merek “BENSU” versi Ruben Onsu tidak memiliki persamaan dengan merek I Am
Geprek Bensu PT. Ayam Geprek Benny Sujono. Sebelumnya perlu diketahui bahwa PT.
Ayam Geprek Benny Sujono telah mengajukan permohonan kepemilikan merek “ I Am
Geprek Bensu” dengan tanggal penerimaan 3 Mei 2017. Sementara Ruben Onsu dengan
“Geprek Bensu” mengajukan permohonan kepemilikan merek pada tanggal 8 Agustus
2017. Sehingga secara sederhana dapat
dipahami bahwa PT. Ayam Geprek Benny Sujono adalah pihak yang lebih dulu
mendaftar ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Namun permasalahan ini
tidak sesederhana tentang siapa yang lebih dulu mendaftar. Pihak Ruben Onsu ternyata
telah membeli usaha “Bengkel Susu” yang disingkat BENSU milik Yessy Handalim. Usaha
Bengkel Susu yang sebelumnya milik Yessy Handalim ini telah didaftarkan ke DJKI
pada tanggal 3 September 2015. Ruben Onsu mendasarkan kepemilikannya atas merek
BENSU dari sebuah Perjanjian Jual Beli dan penyerahan Hak atas Merek BENSU yang
tadinya dimiliki Yessy Handalim. Kemudian berdasarkan fakta persidangan merek
BENSU yang tadinya milik Yessy handalim itu memiliki logo yang amat berbeda
dengan I AM GEPREK BENSU milik PT. Ayam Geprek Benny Sujono.
Merek usaha susu yang kini
menjadi milik Ruben Onsu ini merupakan singkatan dari BENGKEL SUSU, dengan uraian
warna hitam, merah abu-abu dan putih, dengan dominan gambar sapi dan kunci
inggris. Sedangkan merek PT. Ayam Benny Sujono yaitu “I AM GEPREK BENSU SEDEP
BENER” menerangkan bahwa arti Bahasa/huruf/angka asing dalam contoh I AM GEPREK
BENSU SEDEP BENEERRR + lukisan uraian warna kuning, hijau, merah, hitam dan
putih, dengan didominasi gambar Ayam dalam lidah api.
Hal inilah kemudian yang
menjadi salah satu penyebab kekalahan
Ruben Onsu dalam gugatannya terhadap PT Ayam Geprek Benny Sujono. Klaim adanya
persamaan antar kedua merek tidak terbukti.
Penjelasan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 memberikan
pengertian persamaan pada pokoknya adalah kemiripan dalam suatu merek yang
disebabkan adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang
lain, sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi
ucapan yang terdapat di dalam merek tersebut.
Bahwa dari Pengertian persamaan
pada pokoknya tersebut di atas kedua merek yaitu Merek milik Penggugat (Ruben
Onsu) dan Merek milik Tergugat (PT.Ayam Geprek Benny Sujono) tersebut tidak
mempunyai kemiripan persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan
atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat di
dalam merek tersebut.
Pertimbangan kedua, Bahwa sejak dari tanggal 09 Mei
2017 sampai 14 Agustus 2017 PT.Ayam Geprek Benny Sujono telah memberi
kompensasi kepada Ruben Onsu yaitu sehubungan dengan posisinya sebagai Duta
Promosi (ambassador) pada sejumlah
cabang/outlet bisnis makanan merek “I AM GEPREK BENSU” milik PT. Ayam Geprek
Benny Sujono sehingga Ruben Onsu seharusnya sudah mengetahui bahwa posisinya
adalah semata-mata sebagai Duta Promosi (ambassador)
untuk kepentingan Usaha dagang milik dari PT.Ayam Geprek Benny Sujono, jadi
bukan sebagai pemilik dari Merek PT.Ayam Geprek Benny Sujono tersebut.
Bahwa dari uraian
pertimbangan di atas maka Ruben Onsu adalah pemohon yang patut diduga dalam
mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak atau mengikuti
merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha
tidak sehat, mengecoh atau menyesatkan konsumen, sehingga Majelis Hakim
berpendapat Ruben Onsu adalah Pemohon yang beritikad tidak baik.
Putusan Kasasi Mahkamah
Agung ini telah berkekuatan hukum tetap. Putusan yang berkekuatan hukum tetap
bisa dieksekusi walaupun ada upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) dari
pihak yang berperkara. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang
Mahkamah Agung: “Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.”
Penulis berharap pihak
Ruben Onsu dapat melaksanakan serta menghormati Putusan Mahkamah Agung. Pasca
putusan MA ini kita patut menyadari bahwa sebaik-baiknya ide kreatifitas adalah
ide yang original (asli) bukan hasil jiplakan karena adanya kesempatan. Untuk
meredakan ketegangan antar para netizen yang
terus berdebat panas akibat adanya kasus ini, ada baiknya kedua belah pihak
kembali duduk bersama untuk bermusyawarah mufakat.
Pihak Ruben Onsu tentu
secara hukum masih dapat menjalankan usaha I Am Geprek Bensu dengan
mendapat lisensi dari PT. Ayam Geprek
Benny Sujono yang secara hukum telah memenangkan perkara. Sebenarnya untuk
mereda ketegangan “Geprek Bensu” VS “I Am Geprek Bensu”, sejak awal sangat
dimungkinkan kedua belah pihak bisa saja melakukan merger. Mungkin dengan nama perdamaian seperti “We Are Geprek
Bensu”. Tentu ini lebih menghangatkan.
COMMENTS